Penutupan berbagai tempat hiburan mala dan pembatasan aktivitas akibat pandemi virus corona, telah mematikan kegiatan di dunia malam, serta memaksa para wanita malam seperti Pim untuk cabut dari bar dan mencari nafkah di jalan-jalan yang sunyi. Pim tentu saja merasa takut, namun ia lebih khawatir tak memiliki uang untuk membayar kontrakan tempat tinggalnya.
Ya, kawasan prostitusi dari Bangkok ke Pattaya kini sepi setelah berbagai klub malam dan panti pijat plus-plus tutup serta para wisatawan dilarang masuk ke negara tersebut. Kebijakan itu membuat sekitar 300 ribu pekerja seks komersial kehilangan pendapatan mereka, dan memaksa mereka untuk turun ke jalan di tengah risiko terpapar virus corona yang sedang mewabah.
“Saya takut soal virus itu, namun saya butuh mencari pelanggan sehingga saya bisa membayar kontrakan dan membeli makanan,” kata seorang pekerja seks komersial (PSK) di sebuah area di Bangkok yang semula penuh kelap-kelip lampu bar namun kini gelap.
Sejak awal April, penduduk Thailand diberlakukan jam malam mulai pukul 10 hingga 4 pagi. Di mana bar-bar dan restoran telah tutup beberapa hari sebelumnya. Banyak pekerja seks di Bangkok yang juga memiliki pekerjaan di bar-bar. Mereka bekerja untuk mendapatkan tip sembari menjaring pelanggan untuk dibawa ke kamar. Ketika tempat kerja mereka mendadak tutup, sebagian besar dari mereka kembali ke tempat asalnya dan hanya bisa menunggu krisis mereda.Sedangkan yang lain, seperti Pim, mereka turun ke jalan mencari sisa-sisa pelanggan di kegelapan malam.
Pemerintah Thailand mengatakan siap memberlakukan jam malam hingga 24 jam bila dibutuhkan untuk mengendalikan wabah tersebut, yang hingga saat ini telah menginfeksi lebih dari 2.000 orang dan membunuh 20 pasien di negara tersebut. Pim dan teman-temannya mesti menanggung berat keputusan tersebut. Ia sudah tak mendapatkan pelanggan selama 10 hari sementara tagihan tak berhenti datang.
Teman Pim, Alice yang juga seorang pekerja seks, juga terpaksa pindah dari bar-bar dan turun kejalan. “Saya dulu menghasilkan uang yang cukup, sekitar US$300-600 per pekan,” kata Alice. “Namun ketika bisnisnya tutup, pendapatan saya berhenti juga. Kami melakukan ini karena kami miskin. Bila kami tak bisa membayar hotel kami, mereka akan menendang kami keluar,” lanjutnya.
PSK Thailand Lebih Takut Kelaparan Ketimbang Virus Corona
Sesekali, turis masih muncul di sekitar kawasan merah, sebelum negosiasi harga jasa diam-diam terjadi dan menyelinap cepat ke hotel terdekat. Pemandangan itu tinggal sedikit di kawasan turis utama Bangkok. Sementara itu, risiko tinggi para wanita malam ini semakin meroket kala wabah menyebar. Di mana para pekerja seks tersebut bakal terkunci di rumah mereka di seluruh penjuru negeri dalam beberapa pekan sebelum geliat ekonomi dunia malam Thailand kembali hidup.
Ada ketakutan atas situasi itu berlangsung hingga beberapa bulan, yang mampu merenggut miliaran dolar para turis dari ekonomi Thailand dan menyisakan mereka yang bekerja di sektor informal hidup melarat. Mereka itu termasuk pekerja seks komersial, ilegal namun diterima secara luas sebagai bagian dari kehidupan malam Thailand. Ada kekhawatiran bahwa skema darurat Pemerintah Thailand untuk memberikan US$150 atau 5.000 baht hingga jutaan baht ke pengangguran baru selama tiga bulan ke depan, tak merangkul para pekerja seks komersial karena tidak dapat membuktikan diri sebagai pekerjaan resmi.
Kala jam malam pukul 10 sudah datang, Pim dan Alice bersiap untuk patroli terakhir demi menjaring pelanggan. “Saya pikir pemerintah amatlah lamban. Mereka tidak peduli terhadap rakyat seperti kami yang bekerja di industri seks,” kata Alice. “Kami lebih takut tak memiliki apa pun untuk dimakan dibanding virus.”